POSITAMBANI: Tradisi Saling Membantu dalam Masyarakat Kaili

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar / Tokoh Masyarakat Sulteng

Dr. H. Suaib Djafar, M.Si

 

TRADISI Positambani adalah salah satu kearifan lokal yang telah turun-temurun berlangsung dalam kehidupan masyarakat Kaili, suku yang mendiami wilayah Sulawesi Tengah.

Positambani menggambarkan konsep saling membantu dan gotong royong yang begitu kuat dalam kehidupan sosial mereka. Tradisi ini tak hanya menjadi pondasi dalam hubungan antar sesama, tetapi juga sebagai salah satu simbol kebersamaan, kekeluargaan, dan rasa empati yang tinggi dalam komunitas.

Makna dan Prinsip Positambani

Secara sederhana, Positambani berarti saling memberikan bantuan atau sumbangan tanpa adanya kewajiban yang mengikat. Dalam praktiknya, anggota masyarakat Kaili memberikan sumbangan berupa barang, hewan, atau makanan ketika ada yang membutuhkan.

Sumbangan ini dapat diberikan dalam berbagai kesempatan, seperti saat pesta perkawinan, perayaan, atau ketika seseorang tengah menghadapi kesusahan, baik dalam hal ekonomi, kesehatan, atau bencana alam.

Sumbangan yang diberikan dalam tradisi Positambani bersifat sukarela, artinya tidak ada paksaan atau kewajiban untuk memberikan jumlah atau jenis bantuan yang sama dengan yang diterima sebelumnya.

Sebagai contoh, jika seseorang pernah menerima sumbangan berupa kambing, saat ia ingin membalas budi, ia tidak harus memberikan kambing kembali, bisa berupa sapi, beras, atau barang lainnya, tergantung kemampuan dan keadaan.

Bentuk Sumbangan dalam Positambani

Dalam Positambani, sumbangan yang diberikan bisa bermacam-macam bentuk, tergantung pada situasi dan kebutuhan. Beberapa bentuk sumbangan yang umum adalah:

1. Sumbangan Hewan: Dalam banyak kasus, masyarakat Kaili memberikan sumbangan berupa hewan ternak, seperti kambing, sapi, atau ayam. Hewan-hewan ini menjadi simbol berkat dan kemakmuran yang diberikan kepada sesama.

2. Sumbangan Beras atau Makanan: Beras, sebagai bahan pangan utama, sering kali dijadikan sumbangan untuk membantu meringankan beban keluarga yang membutuhkan. Begitu pula dengan makanan lainnya, seperti sayuran atau bahan masakan yang bisa digunakan untuk pesta atau kebutuhan sehari-hari.

3. Sumbangan Uang atau Barang: Selain hewan dan bahan pangan, masyarakat Kaili juga saling memberikan uang atau barang, seperti kain, perabot rumah tangga, atau peralatan adat. Semua itu dilakukan dengan niat untuk membantu dan mempererat hubungan sosial.

Keunikan Positambani dalam Masyarakat Kaili

Keunikan dari Positambani adalah prinsip fleksibilitas dan kebebasan dalam membalas sumbangan. Tidak ada ketentuan yang mengikat mengenai jenis atau jumlah bantuan yang harus diberikan kembali. Hal ini menciptakan rasa saling pengertian dan menghargai kemampuan masing-masing individu atau keluarga dalam berkontribusi.

Ini bukan sekadar transaksi atau kewajiban, melainkan sebuah ungkapan rasa terima kasih dan solidaritas.

Selain itu, Positambani juga memperlihatkan nilai saling mengasihi dalam masyarakat Kaili. Meski bantuan yang diberikan tidak selalu sebanding atau setara, nilai yang terkandung adalah ikatan kebersamaan yang terjalin erat dalam sebuah komunitas.

Masyarakat Kaili percaya bahwa dalam membantu sesama, mereka tidak hanya memberikan barang atau uang, tetapi juga harapan dan kebahagiaan.

Makna Positambani dalam Kehidupan Sosial

Positambani memainkan peran penting dalam menjaga harmoni dan solidaritas dalam masyarakat Kaili. Dengan adanya tradisi ini, masyarakat tidak hanya memperkuat hubungan sosial di antara individu, tetapi juga membangun rasa saling percaya dan peduli satu sama lain.

Keberadaannya menjadi pondasi dalam mempererat hubungan antar keluarga, tetangga, dan bahkan antara komunitas yang lebih luas.

Selain itu, Positambani juga mencerminkan pentingnya prinsip gotong royong yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak zaman dahulu. Dalam kehidupan sehari-hari, tradisi ini mendorong individu untuk saling mendukung tanpa mengharapkan imbalan langsung, karena bantuan yang diberikan akan kembali pada saat yang tepat, meski dalam bentuk yang berbeda.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *