Ungkapan Bijak Kaili

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar, M.Si / Filsuf Kaili / Budayawan Sulteng

Nemaea Totuata Nasusa, Anu Rapoeayata Nambasomo Danompakasusa Totua, Tora Potove Ia Apa Geira Danaria”

DALAM masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah, hidup bersama nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun merupakan bagian dari identitas budaya. Salah satu bentuk warisan tersebut adalah ungkapan bijak yang kaya makna dan sarat pesan moral. Di antara ungkapan itu, terdapat satu nasihat yang begitu dalam dan menyentuh nilai-nilai keluarga, tanggung jawab, dan rasa syukur:

Nemaea Totuata Nasusa, Anu Rapoeayata Nambasomo Danompakasusa Totua, Tora Potove Ia Apa Geira Danaria. (Jangan malu jika orang tuamu susah, tetapi malulah jika sudah dewasa masih menyusahkan orang tua. Ingat dan sayangilah mereka selagi masih ada).

1. Tidak Malu Akan Kesusahan Orang Tua

Masyarakat Kaili mengajarkan bahwa kemiskinan atau kesederhanaan bukanlah aib. Ungkapan “Nemaea Totuata Nasusa” adalah pengingat agar generasi muda tidak merasa rendah diri hanya karena orang tuanya hidup dalam keterbatasan. Justru dari kesederhanaan itu, lahir nilai kejujuran, kerja keras, dan ketulusan yang tak ternilai.

Dalam pandangan budaya Kaili, kehormatan seseorang tidak diukur dari harta orang tuanya, melainkan dari bagaimana ia hidup jujur, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi sesama.

2. Malulah Jika Masih Menyusahkan Orang Tua

Bagian kedua dari ungkapan ini, “Anu Rapoeayata Nambasomo Danompakasusa Totua”, adalah sebuah dorongan kuat untuk mandiri. Ia menegur dengan lembut namun tajam bahwa ketika seseorang sudah cukup dewasa, sudah semestinya ia tidak lagi menjadi beban orang tua.

Pesan ini menanamkan nilai tanggung jawab dalam diri seorang anak, bahwa kematangan usia harus dibarengi dengan kematangan sikap dan upaya untuk berdiri sendiri.

3. Sayangi Mereka Selagi Masih Ada

Bagian akhir, “Tora Potove Ia Apa Geira Danaria“, adalah pesan yang paling menyentuh hati. Ia mengingatkan kita bahwa keberadaan orang tua adalah berkah yang tak tergantikan. Banyak anak yang menyesal ketika kasih sayang itu hilang karena waktu yang tak bisa diputar kembali.

Masyarakat Kaili percaya bahwa bakti kepada orang tua adalah bentuk ibadah dan penghormatan yang paling luhur.

Relevansi di Masa Kini

Ungkapan ini tetap relevan dalam konteks masyarakat modern yang tengah bergulat dengan tantangan globalisasi dan individualisme. Ia menjadi penyeimbang moral di tengah kemajuan, menanamkan rasa hormat, tanggung jawab, dan kasih sayang dalam keluarga.

Lebih dari sekadar nasihat, ungkapan ini adalah cerminan filosofi hidup masyarakat Kaili, yang menempatkan keluarga sebagai pusat kehidupan, dan orang tua sebagai sumber restu dan nilai.

Penutup

Ungkapan bijak seperti ini tidak hanya memperkaya khasanah budaya Kaili, tetapi juga dapat menjadi materi pembelajaran karakter di sekolah, nilai etika dalam komunitas, dan pesan moral di ruang publik.

Mari kita jaga, lestarikan, dan praktikkan warisan luhur ini agar generasi mendatang tetap tumbuh dengan akar budaya yang kuat dan hati yang penuh hormat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *