Pendahuluan
Bimba Lelombaso, yang dikenal sebagai domba ekor gemuk, merupakan salah satu binatang piaraan tradisional yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Kaili di Kota Palu dan sekitarnya. Domba ini bukan hanya sekadar hewan ternak, melainkan bagian dari kearifan lokal yang mengakar dalam tradisi, budaya, dan ritus adat masyarakat Kaili. Kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan tropis menjadikan Bimba Lelombaso tetap lestari hingga kini, sekalipun perubahan sosial dan modernisasi terus berkembang di wilayah Sulawesi Tengah.
Sejarah dan Pola Pemeliharaan
Sejak dahulu, masyarakat Kaili di wilayah Poboya, Kawatuna, Talise, Tondo, hingga Petobo telah memelihara Bimba Mbaso Lelo sebagai ternak yang bernilai ekonomi dan budaya. Pola pemeliharaannya bersifat tradisional:
Pada malam hari, domba-domba ini dikandangkan di pekarangan rumah untuk keamanan.
Pada siang hari, mereka digembalakan (Nievu) ke padang rumput di daerah pegunungan Poboya, Talise, Kawatuna, dan Tondo.
Sistem penggembalaan terbuka ini menjadi bagian dari lanskap budaya masyarakat Kaili, di mana keberadaan domba tidak hanya memberi nilai ekonomi, tetapi juga menjadi simbol keterikatan manusia dengan alam.
Peran dalam Adat Budaya
Bimba Lelo mbaso memiliki posisi yang terhormat dalam pelaksanaan adat Sambulu, yaitu prosesi hantaran dari calon mempelai dalam perkawinan adat masyarakat Kaili. Kehadiran domba ekor gemuk dalam ritual ini melambangkan:
Kesungguhan dan tanggung jawab calon mempelai pria dalam membangun rumah tangga.
Kemakmuran dan keberkahan yang diharapkan hadir dalam keluarga baru.
Ikatan sosial dan budaya yang terjalin melalui simbol-simbol adat.
Dengan demikian, domba ini tidak sekadar hewan ternak, tetapi bagian dari bahasa simbolik dalam adat perkawinan masyarakat Kaili.
Kearifan Lokal dan Nilai Sosial
Pemeliharaan Bimba Lelo mbaso mencerminkan kearifan lokal masyarakat Kaili yang selalu menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, adat, dan kelestarian lingkungan. Beberapa nilai yang dapat diambil antara lain:
1. Kebersamaan dan gotong royong dalam sistem penggembalaan.
2. Keharmonisan dengan alam, karena pola pemeliharaan menyesuaikan dengan siklus alam.
3. Pelestarian tradisi, di mana domba ekor gemuk tetap dijaga sebagai simbol identitas budaya.
Penutup
Hingga kini, Bimba Lelombaso tetap menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat Kaili di Kota Palu. Domba ekor gemuk bukan hanya hewan piaraan, tetapi juga representasi dari warisan budaya, nilai sosial, dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Pelestarian dan pengembangan ternak tradisional ini menjadi penting, bukan saja untuk memperkuat ekonomi masyarakat, tetapi juga untuk menjaga jati diri budaya Kaili di tengah arus globalisasi.(*)