Ane Asala Nukumba Kana Molanto, Asala Nuvatu Kana Malodo

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar, M.Si / Filsuf Kaili / Budayawan Sulteng

UNGKAPAN Kearifan Lokal Masyarakat Kaili yang Sarat Makna Sosial dan Ekonomi. Dalam khazanah budaya masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah, warisan lisan dalam bentuk ungkapan tradisional memiliki kedudukan penting.

Ungkapan-ungkapan ini bukan sekadar simbol komunikasi, melainkan mengandung nilai-nilai luhur yang membentuk pola pikir dan perilaku sosial masyarakat. Salah satu ungkapan yang kaya makna dan masih relevan hingga kini adalah: “Ane Asala Nukumba Kana Molanto, Asala Nuvatu Kana Malodo” (Kalau asalnya gabagaba, pasti terapung. Kalau asalnya dari batu, pasti tenggelam).

Makna Filosofis dan Sosial Budaya

Ungkapan ini menggunakan perbandingan dua unsur alam: gabagaba (tangkai sagu yang ringan dan mengapung di air) dan batu (yang berat dan tenggelam). Perumpamaan ini dijadikan metafora oleh masyarakat Kaili untuk menilai karakter seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Asala Nukumba Kana Molanto” merujuk pada pribadi yang memiliki asal-usul atau pembinaan nilai yang baik. Ia terdidik, santun, dan tahu menempatkan diri dalam pergaulan sosial. Dalam adat Kaili, orang seperti ini akan dihargai karena tahu menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, serta menjaga tata krama dalam berbicara dan bertindak. Seperti gabagaba yang terapung, ia mudah diterima, disayangi, dan diteladani oleh masyarakat.

Asala Nuvatu Kana Malodo” menggambarkan sebaliknya: seseorang yang kasar, sombong, dan tidak menghargai orang lain. Perilakunya menjadi sorotan negatif, ia dijauhi, tidak dipercaya, dan dianggap tidak layak menjadi teladan. Seperti batu yang tenggelam, ia kehilangan tempat dalam kehidupan sosial.

Dimensi Ekonomi dan Keberdayaan

Ungkapan ini tidak hanya menyentuh ranah sosial, tetapi juga berdampak pada aspek ekonomi. Dalam masyarakat Kaili yang menjunjung tinggi nilai kolektivitas, sikap dan perilaku menjadi kunci dalam membangun kepercayaan. Individu yang santun dan berintegritas akan lebih mudah diterima dalam kerja sama ekonomi, seperti pengelolaan sumber daya alam, pertanian bersama, atau usaha komunitas. Mereka dinilai layak mendapat tanggung jawab, termasuk dalam pengambilan keputusan yang berdampak luas.

Sebaliknya, perilaku yang tidak beradab menjadi penghambat dalam kehidupan ekonomi. Ia sulit dipercaya, tidak dilibatkan dalam musyawarah, dan pada akhirnya tersingkir dari dinamika sosial-ekonomi masyarakat.

Relevansi dalam Konteks Modern

Di tengah perubahan sosial dan masuknya budaya luar, ungkapan ini tetap relevan sebagai landasan moral dan sosial. Ia menjadi bagian dari sistem pendidikan informal masyarakat yang membentuk karakter generasi muda. Dalam era modernisasi dan digitalisasi, nilai-nilai lokal seperti ini penting untuk menjaga identitas budaya dan memperkuat fondasi etika dalam kehidupan bermasyarakat.

Penutup

Ungkapan “Ane Asala Nukumba Kana Molanto, Asala Nuvatu Kana Malodo” adalah refleksi nyata bahwa dalam pandangan masyarakat Kaili, keberhasilan dan penerimaan sosial tidak hanya ditentukan oleh status atau kekayaan, tetapi oleh keluhuran budi pekerti. Ia menjadi pengingat bahwa setiap individu dinilai dari asal nilai dan wataknya, yang tampak melalui perilaku sehari-hari.

Dalam semangat pelestarian budaya lokal, ungkapan ini perlu terus diwariskan sebagai bagian dari pendidikan karakter dan panduan hidup bermasyarakat yang santun, adil, dan berkeadaban.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *