PERMAINAN tradisional Kololio merupakan salah satu ekspresi budaya masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah yang muncul bersamaan dengan masa panen padi.
Tradisi ini mencerminkan kearifan lokal dalam memaknai hubungan antara manusia, alam, dan kegembiraan sosial melalui bunyi dan kebersamaan anak-anak desa.
Artikel ini mengulas makna budaya, fungsi sosial, dan nilai estetika dari permainan Kololio sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Kaili.
Pengantar
Masyarakat Kaili memiliki banyak bentuk kearifan lokal yang hidup dalam keseharian mereka. Salah satu yang unik adalah permainan Kololio, permainan anak-anak yang muncul setiap kali masa panen padi tiba.
Tradisi ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga simbol rasa syukur dan kebersamaan dalam menyambut hasil bumi. Dalam budaya Kaili, panen padi bukan hanya kegiatan ekonomi, tetapi juga peristiwa sosial dan spiritual yang dirayakan dengan kegembiraan bersama.
Asal dan Bentuk Permainan Kololio
Kololio dibuat dari batang padi muda yang masih lentur. Anak-anak biasanya memilih batang padi yang memiliki rongga udara agar mudah menghasilkan suara ketika ditiup.
Kololio memiliki berbagai ukuran; semakin kecil batangnya, semakin tinggi nada yang dihasilkan. Cara memainkannya pun sederhana namun kreatif — anak-anak meniup batang padi tersebut melalui sela-sela tangan yang terbuka dan tertutup bergantian sehingga menghasilkan irama bunyi yang indah dan harmonis.
Sebagian anak-anak membuat Kololio dengan modifikasi khas: batang padi dililit daun kelapa muda agar bunyinya lebih nyaring, menyerupai terompet alami.
Saat dimainkan bersama-sama, bunyi Kololio menciptakan harmoni khas pedesaan Kaili — nyaring, bergetar, dan menggema di tengah hamparan sawah yang baru dipanen.
Fungsi Sosial dan Kultural
Dalam konteks sosial, Kololio berfungsi sebagai media kebersamaan dan komunikasi budaya. Bunyi yang dihasilkan bukan sekadar mainan, tetapi menjadi tanda panen telah tiba, menandai waktu bagi masyarakat untuk bersyukur dan bersiap melaksanakan berbagai kegiatan budaya seperti upacara adat, kesenian rakyat, dan bahkan pernikahan.
Selain itu, permainan Kololio memperkuat ikatan sosial antar anak-anak, mengajarkan nilai kerja sama, kreativitas, dan kegembiraan yang sederhana namun bermakna.
Tradisi ini juga menggambarkan pandangan hidup masyarakat Kaili yang selalu menjaga harmoni dengan alam, memanfaatkan bahan-bahan alam sekitar tanpa merusak lingkungan.
Nilai Estetika dan Filosofi Suara yang dihasilkan dari Kololio bukan sekadar bunyi, tetapi simbol harmoni antara manusia dan alam. Irama yang muncul dari batang padi muda menjadi metafora tentang kehidupan yang selaras, sederhana, dan penuh makna.
Dalam pandangan masyarakat Kaili, suara Kololio adalah nyanyian panen, pertanda berkat dan kebahagiaan yang patut disyukuri bersama.
Permainan ini juga memiliki nilai edukatif dan filosofis:
Nilai kreativitas, karena anak-anak belajar mencipta alat musik sederhana dari bahan alam.
Nilai sosial, karena dimainkan bersama-sama dalam suasana gembira.
Nilai spiritual, karena menjadi simbol rasa syukur atas rezeki dan hasil panen
Penutup
Kololio bukan sekadar permainan anak-anak, tetapi warisan budaya takbenda yang merefleksikan nilai-nilai luhur masyarakat Kaili. Melestarikan tradisi ini berarti menjaga suara masa lalu agar tetap hidup di tengah arus modernisasi. Di balik bunyi sederhana batang padi muda itu, tersimpan harmoni, kegembiraan, dan rasa syukur yang menjadi jiwa kehidupan masyarakat Kaili.(*)