NOPAELO dalam bahasa Kaili, secara harfiah berarti bekerja atau mencari penghidupan. Namun, lebih dari sekadar aktivitas mencari nafkah, nopaelo merupakan konsep hidup yang kaya makna, mencerminkan etos kerja, tanggung jawab moral, dan spiritualitas lokal. Kata ini sederhana, namun sarat nilai yang mengakar kuat dalam keseharian masyarakat Kaili.
Dalam pandangan masyarakat Kaili, bekerja adalah ibadah, dan setiap usaha adalah bagian dari kehormatan diri dan kontribusi sosial. Oleh karena itu, nopaelo tidak dipahami semata sebagai aktivitas ekonomi, tetapi sebagai wujud nyata dari keberadaan manusia sebagai makhluk yang diberi anugerah oleh Allah SWT: Otak, Otot, dan Hati, dikenal dalam pendekatan O2H.
Pendekatan O2H: Otak, Otot, dan Hati
1. Otak – Kecerdasan untuk Merancang dan Memilih Jalan Otak melambangkan kemampuan intelektual manusia. Dalam konteks nopaelo, otak digunakan untuk merancang jenis pekerjaan apa yang sesuai dengan potensi diri dan kebutuhan zaman. Misalnya, seorang pemuda /Kabilasa Tokaili ri kampu nemabuto melihat peluang di bidang pariwisata lokal akan berpikir kreatif: bagaimana mengelola air terjun, membuat paket wisata, atau mempromosikan budaya Kaili secara digital. Otak adalah perencana jalan hidup.
2. Otot – Tenaga untuk Menjalankan Rencana Otot berarti kerja nyata. Rencana tidak akan bermakna tanpa tindakan. Dalam praktiknya, banyak masyarakat Kaili yang bangun pagi-pagi untuk pergi ke kebun, melaut, atau Seorang petani, misalnya, dengan tekun membersihkan ladang, menanam, dan memanen—itulah nopaelo dengan otot. Fisik dikerahkan sepenuhnya dalam kerja yang konsisten dan disiplin.
3. Hati – Kompas Moral dan Evaluasi Hati adalah penjaga arah. Ia memastikan bahwa pekerjaan dilakukan dengan jujur,(manoa)ikhlas, dan tidak merugikan orang lain.(Mepuse) Hati juga mengevaluasi: apakah usaha ini berkah? Apakah kerja ini membawa kebaikan bagi diri, keluarga, dan lingkungan? Contohnya, seorang pedagang di pasar tradisional akan memilih untuk tidak menipu timbangan karena tahu bahwa keberkahan datang dari kejujuran. Di sinilah hati memainkan perannya: menjadi filter nilai dalam dunia kerja.
Nopaelo dalam Praktik Kehidupan Masyarakat Kaili
1. Petani dan Nelayan Tradisional Mereka bekerja dengan kekuatan otot, merencanakan musim tanam atau waktu melaut dengan menggunakan otak (ilmu lokal), dan menanamkan kejujuran serta keikhlasan dalam hati. Nopaelo bagi mereka adalah bentuk penghormatan pada alam dan pencipta.
2. Perajin Tenun/Nantanu Perempuan Kaili yang menenun bukan hanya menggerakkan tangan, tapi juga menuangkan kreativitas dan cinta dalam setiap motif. Mereka bekerja sambil menjaga nilai-nilai budaya dan spiritual. Otak merancang motif, otot menenun, hati menjaga makna.
3. Wirausaha Muda di Era Digital Anak-anak muda Kaili kini mulai memadukan teknologi dengan budaya. Mereka membuat konten budaya di media sosial, membuka usaha kopi lokal, menjual produk UMKM. Mereka menyalurkan daya pikir inovatif, bekerja keras membangun usaha, dan tetap menjaga nilai-nilai adat dan kebaikan sosial.
Nopaelo: Untuk Diri, Keluarga, dan Komunitas
Nopaelo tidak hanya bermakna kerja untuk diri sendiri. Ia juga berarti memberi manfaat bagi keluarga dan komunitas. Seorang kepala keluarga bekerja bukan hanya untuk mengisi perut anak-istri, tetapi juga menjaga martabat keluarga. Seorang pemuda yang merintis usaha kecil di kampung, bukan hanya mengejar untung, tapi juga membuka peluang kerja bagi orang lain. Inilah wajah luhur nopaelo—kerja yang tidak egois, tetapi solider dan berbasis kearifan lokal.
Kesimpulan: Nopaelo adalah Jalan Hidup
Dalam kebijaksanaan masyarakat Kaili, Nopaelo bukan hanya kerja, tapi sebuah jalan hidup yang mengandung nilai spiritual, sosial, dan budaya. Dengan memadukan Otak, Otot, dan Hati (O2H), setiap orang diajak untuk bekerja secara cerdas,keras,dan tulus.Ini adalah filosofi yang relevan di semua zaman;dari Sawah,laut hingga dunia digital.(*)