Syukur dan Kesehatan sebagai Kearifan Lokal dalam Menjalani Kehidupan

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar, M.Si / Filsuf Kaili / Budayawan Sulteng

Abstrak

Ungkapan-ungkapan bijak masyarakat Kaili sarat makna filosofis yang berakar pada kearifan lokal. Artikel ini mengkaji dua ungkapan penting, yakni “Povia Kanyamanurara Mosyukuru ntetupu Allahtaala” (Ciptakan kebahagiaan di hati dengan bersyukur kepada Tuhan Allah SWT) dan “Naranggabuku Nonggave Nongguvi Nanggava Popaelo Nabelo ridalakatuvua” (Diberikan-Nya kesehatan untuk berbuat, mencari, mencapai kebaikan dalam hidup).

Keduanya menekankan pentingnya nilai syukur dan kesehatan sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat. Dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, kajian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut tidak hanya mencerminkan spiritualitas masyarakat Kaili, tetapi juga menjadi pedoman etis dalam menjaga harmoni dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Kata Kunci: Kaili, kearifan lokal, syukur, kesehatan, filosofi hidup.

Pendahuluan

Kearifan lokal masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah terekam dalam berbagai bentuk ekspresi budaya, termasuk ungkapan-ungkapan bijak yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Ungkapan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai nasihat, tetapi juga sebagai sistem nilai yang membentuk identitas dan orientasi hidup komunitas. Sebagaimana Clifford Geertz (1973) menjelaskan, simbol budaya berperan sebagai “kerangka makna” yang menuntun tindakan sosial masyarakat.

Dua ungkapan penting yang menjadi fokus kajian ini ialah “Povia Kanyamanurara Mosyukuru ntetupu Allahtaala” dan “Naranggabuku Nonggave Nongguvi Nanggava Popaelo Nabelo ridalakatuvua”. Ungkapan pertama menekankan nilai syukur sebagai sumber kebahagiaan, sedangkan ungkapan kedua menggarisbawahi kesehatan sebagai modal utama untuk mencapai kebaikan dalam kehidupan.

Pembahasan

1. Syukur sebagai Sumber Kebahagiaan

Ungkapan “Povia Kanyamanurara Mosyukuru ntetupu Allahtaala” mengandung makna bahwa kebahagiaan bukanlah hasil dari kepemilikan materi semata, melainkan terletak pada sikap hati yang bersyukur. Masyarakat Kaili meyakini bahwa rasa syukur kepada Allah SWT akan melahirkan ketenangan batin, menguatkan ikatan sosial, serta menumbuhkan harmoni dengan alam sekitar. Hal ini sejalan dengan pandangan filsafat kebudayaan bahwa syukur berfungsi sebagai mekanisme psikologis dan sosial yang menjaga keseimbangan hidup.

2. Kesehatan sebagai Anugerah untuk Berbuat Kebaikan

Ungkapan “Naranggabuku Nonggave Nongguvi Nanggava Popaelo Nabelo ridalakatuvua” menegaskan bahwa kesehatan adalah karunia utama yang memungkinkan manusia untuk berusaha dan berbuat baik. Dalam perspektif masyarakat Kaili, kesehatan dipandang tidak hanya sebagai kondisi jasmani, tetapi juga meliputi keseimbangan rohani dan sosial. Kesehatan memberikan peluang untuk bekerja, mencari nafkah, serta berkontribusi pada kesejahteraan bersama.

Dengan demikian, kesehatan menjadi syarat dasar bagi manusia untuk mencapai cita-cita hidup yang bermakna.

3. Sinergi Syukur dan Kesehatan dalam Kearifan Lokal

Kedua ungkapan tersebut saling melengkapi: syukur menumbuhkan kebahagiaan, sementara kesehatan memberikan kemampuan untuk berbuat kebaikan. Nilai-nilai ini sekaligus mencerminkan pandangan holistik masyarakat Kaili yang menekankan keseimbangan antara spiritualitas, keberfungsian sosial, dan kelestarian alam. Hal ini selaras dengan prinsip Maroso Ada, Maroso Agama, Maroso Pamarentah (kokoh adat, kokoh agama, kokoh pemerintahan) sebagai tatanan filosofis masyarakat Kaili.

Penutup

Ungkapan bijak masyarakat Kaili “Povia Kanyamanurara Mosyukuru ntetupu Allahtaala” dan “Naranggabuku Nonggave Nongguvi Nanggava Popaelo Nabelo ridalakatuvua” mencerminkan filosofi hidup berbasis kearifan lokal yang menekankan syukur dan kesehatan Kedua Nilai tersebut berperan sebagai pedoman etis dan spritual dalam menjalani kehidupan sehari hari sekaligus sebagai warisan budaya yang relevan untuk penguatan karakter bangsa.

Pelestarian dan internalisasi nilai-nilai ini menjadi penting dalam menghadapi tantangan modernitas agar generasi mendatang tetap memiliki jati diri yang berakar pada kearifan lokal.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *