Pendahuluan
Dalam kehidupan masyarakat Kaili, banyak ungkapan dan istilah tradisional yang tidak hanya menjadi bagian dari komunikasi sehari-hari, tetapi juga memuat nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu ungkapan yang sarat makna adalah “Tomaoge”. Ungkapan ini mencerminkan pandangan masyarakat Kaili terhadap sosok ideal pemimpin, sekaligus menjadi simbol integritas dan kehormatan dalam struktur sosial budaya mereka.
Makna Etimologis: Toma dan Oge
Istilah Tomaoge berasal dari dua kata dasar dalam bahasa Kaili, yakni “Toma” dan “Oge”.
Toma adalah sebutan yang diberikan kepada orang tua atau individu yang dituakan dalam keluarga maupun komunitas. Ia merupakan sosok yang dihormati karena dianggap sebagai penopang dan pengayom, yang bertanggung jawab dalam mencari nafkah, melindungi keluarga dari berbagai tantangan hidup, serta menjaga keharmonisan dan nilai-nilai luhur dalam rumah tangga. Toma juga diposisikan sebagai panutan dalam menyelesaikan persoalan kehidupan dan sosial.
Oge berarti besar, agung, atau mulia. Kata ini mengacu pada kualitas kepribadian yang luhur—seseorang yang memiliki hati yang luas, pikiran yang bijak, dan tindakan yang penuh tanggung jawab. Dalam tradisi Kaili, kata “oge” juga sering melekat pada sosok yang jujur, adil, serta dihormati karena keluhuran moral dan kejujurannya.
Tomaoge sebagai Simbol Kepemimpinan
Gabungan dua kata ini membentuk makna yang dalam: Tomaoge menjadi sebutan simbolik untuk sosok pemimpin yang karismatik, jujur, adil, dan bertanggung jawab. Ia bukan hanya memimpin berdasarkan kekuasaan formal, tetapi melalui legitimasi moral dan budaya yang diberikan oleh masyarakat adat.
Tomaoge bukanlah pemimpin yang dipaksakan, melainkan hasil dari proses sosial dan adat yang disebut Libuntondeya dan Libunumaradika—sebuah mekanisme tradisional yang menyeleksi pemimpin berdasarkan penilaian masyarakat terhadap integritas, kecakapan, serta rekam jejak pengabdian seseorang. Dengan demikian, seorang Tomaoge adalah pemimpin sejati yang lahir dari, oleh, dan untuk rakyat.
Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Tomaoge
Istilah Tomaoge mencerminkan berbagai nilai kearifan lokal masyarakat Kaili, antara lain:
Penghormatan terhadap orang tua dan sesepuh, yang menjadi dasar dalam membangun tatanan sosial yang harmonis.
Kepemimpinan berbasis moral, bukan semata kekuasaan administratif.
Musyawarah dan mufakat, melalui proses adat dan kebudayaan dalam memilih pemimpin.
Akuntabilitas sosial, di mana seorang Tomaoge senantiasa bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang diambil demi kebaikan bersama.
Kejujuran dan keteladanan, sebagai syarat mutlak bagi seorang pemimpin agar dihormati dan diikuti rakyatnya.
Relevansi Tomaoge di Era Modern
Di tengah dinamika sosial dan modernisasi, nilai-nilai yang terkandung dalam konsep Tomaoge tetap relevan sebagai pijakan moral dalam membangun kepemimpinan yang berakar pada budaya lokal. Dalam konteks pemerintahan, sosial kemasyarakatan, maupun organisasi, semangat Tomaoge mendorong munculnya pemimpin yang bukan hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas, kepedulian sosial, dan spiritualitas kepemimpinan.
Penutup
Tomaoge bukan hanya istilah dalam bahasa Kaili, melainkan manifestasi dari nilai-nilai luhur kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal. Di balik kata itu, tersimpan harapan akan lahirnya pemimpin-pemimpin yang membumi, bijaksana, dan bertanggung jawab dalam mengemban amanah masyarakat. Oleh karena itu, mempertahankan dan menghidupkan kembali semangat Tomaoge menjadi penting dalam upaya membangun tatanan sosial yang adil, beradab, dan berkelanjutan.(*)