Waspada Tuberkulosis di Pasangkayu, Bencana Sunyi Harus Dihentikan

Pasangkayu, Manakarra Pos – Saat ini, Indonesia masih berada di peringkat kedua dunia dengan beban Tuberkulosis (TB) tertinggi setelah India.

Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, tak luput dari ancaman penyakit menular ini.

Meski tidak secepat gempa atau banjir, TB adalah bencana kesehatan yang perlahan menggerogoti masyarakat, terutama mereka yang berada di wilayah dengan akses kesehatan terbatas.

TB adalah penyakit infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Penularannya terjadi melalui udara, ketika penderita batuk, bersin, atau bahkan berbicara.

Gejalanya sering kali tidak disadari,  batuk berkepanjangan, penurunan berat badan drastis, demam ringan berkepanjangan, dan keringat malam

Kabar baiknya, TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat.

Pasien TB harus menjalani pengobatan rutin selama minimal 6 bulan tanpa putus, menggunakan kombinasi antibiotik yang tersedia secara gratis di Puskesmas terdekat.

Namun, bila pengobatan tidak dijalani secara teratur atau dihentikan di tengah jalan, dapat muncul TB resisten obat (MDR-TB) yang jauh lebih sulit disembuhkan.

Di Pasangkayu, tantangan dalam pengendalian TB cukup kompleks. Mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat tentang gejala TB, sehingga banyak kasus ditemukan sudah dalam kondisi berat.

Masih adanya stigma sosial terhadap penderita TB yang membuat pasien enggan berobat, Keterbatasan fasilitas deteksi dini di beberapa puskesmas.

Data Dinas Kesehatan Pasangkayu mencatat bahwa setiap tahun masih ditemukan ratusan kasus baru, dengan angka putus berobat yang cukup mengkhawatirkan. Padahal, pasien TB harus menjalani pengobatan secara rutin minimal 6 bulan untuk sembuh total.

Pemerintah telah mencanangkan target eliminasi TB pada tahun 2030.

Di tingkat kabupaten, upaya ini harus dilakukan dengan : Penguatan layanan kesehatan primer, Memperluas deteksi dini TB lewat puskesmas dan posyandu, Edukasi massif kepada masyarakat agar memahami bahwa TB bisa disembuhkan dan tidak perlu menjadi aib.

Pemberdayaan kader kesehatan untuk membantu pengawasan minum obat (PMO) agar pasien tidak putus berobat, Kolaborasi lintas sektor (Menggerakkan sekolah, komunitas, dan tempat kerja untuk ikut dalam skrining TB).

TB bukan hanya masalah individu, tapi persoalan bersama.

Mengabaikan TB sama saja membiarkan bencana berjalan diam-diam di tengah kita.

Dengan deteksi dini, pengobatan teratur, dan dukungan sosial, Pasangkayu bisa bebas TB.

Mari bersama mewujudkan masyarakat sehat, kuat, dan terbebas dari bencana sunyi bernama Tuberkulosis.

Tuberkulosis adalah masalah kita bersama.

Dengan kesadaran, kepedulian, dan pengobatan tepat, kita bisa mengakhiri bencana diam-diam ini.

Penulis : Arjunah & Moh Rifki adalah Mahasiswa S2 FKM Universitas Muhammadiyah Palu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *