BMA Sulteng: Peran Strategis dalam Menyelesaikan Konflik Berbasis Kearifan Lokal

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar, M.Si dan Hj. Siti Norma Mardjanu, SH., M.Si., MH (Tokoh Masyarakat Sulawesi Tengah)

Dr. H. Suaib Djafar, M.Si dan Hj Siti Norma Mardjanu, SH,. M.Si., MH


Pendahuluan: Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah merupakan lembaga adat yang memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial dan budaya di tengah masyarakat. Keberadaan BMA diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Sulawesi Tengah No. 8 Tahun 2021, yang menegaskan tugas dan fungsi utama BMA dalam membantu pemerintah dan aparat hukum dalam mengatasi, mencegah, serta menyelesaikan konflik masyarakat berbasis kearifan lokal.

Tugas dan Fungsi BMA: Berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2021, BMA memiliki beberapa tugas utama, di antaranya:

1. Mencegah dan Menyelesaikan Konflik Sosial

BMA berperan dalam mendeteksi potensi konflik yang ada di masyarakat dan mencari solusi berbasis musyawarah serta pendekatan adat. Mengedepankan penyelesaian konflik secara damai melalui mekanisme hukum adat yang berlaku di Sulawesi Tengah.

2. Menjadi Mitra Pemerintah dan Aparat Hukum

BMA bertindak sebagai jembatan antara masyarakat adat dan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan adat dan budaya. Mendukung penegakan hukum dengan pendekatan budaya yang menghormati nilai-nilai lokal tanpa mengabaikan hukum positif.

3. Mengembangkan dan Melestarikan Kearifan Lokal

BMA memastikan bahwa adat dan budaya tetap menjadi dasar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial. Mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga keberagaman budaya dan kearifan lokal sebagai modal sosial dalam pembangunan daerah.

4. Memberikan Edukasi dan Sosialisasi Hukum Adat

Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai hukum adat dan perannya dalam penyelesaian konflik. Bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan komunitas lokal dalam mengajarkan nilai-nilai adat kepada generasi muda.

Kearifan Lokal sebagai Solusi Penyelesaian Konflik: BMA mengutamakan prinsip musyawarah mufakat dalam menyelesaikan konflik. Proses penyelesaian dilakukan melalui:

Duduk bersama (Posintuwu): Semua pihak yang terlibat dalam konflik diajak untuk berdialog dan mencari solusi terbaik. Duduk bersama dan bermusyawarah ini melibatkan Tokoh Agama, Pemerintah, dan Tokoh Adat.

Mediasi Adat (Libu Nuada): Tokoh adat berperan sebagai penengah dengan mempertimbangkan hukum adat yang berlaku.

Sanksi Adat (Givu): Pemberian sanksi berbasis adat yang bertujuan untuk mendidik dan menciptakan efek jera tanpa mencederai hak-hak masyarakat.

Kesimpulan: Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah memiliki peran strategis dalam menjaga ketertiban sosial melalui pendekatan berbasis kearifan lokal. Dengan dukungan Perda No. 8 Tahun 2021, BMA dapat terus menjadi mitra penting bagi pemerintah dan aparat hukum dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan berbudaya. Melalui sinergi antara hukum adat dan hukum negara, diharapkan konflik sosial dapat diminimalisir dan masyarakat dapat hidup dalam kedamaian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *