Dr. H. Suaib Djafar, M.Si
KEBAIKAN Sebagai Kearifan Budaya Kaili Sulawesi Tengah: “Nemo Mompakasala Tona Ala Rauli Tobelo, Nemo Muni Mompakadoyo Tona Ala Rauli Napande”
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam perlombaan untuk menjadi yang paling benar atau yang paling pintar. Fenomena ini tidak hanya terjadi dalam masyarakat modern, tetapi juga dalam kebudayaan yang lebih tua dan kaya seperti budaya Kaili di Sulawesi Tengah.
Salah satu pepatah bijak yang menggambarkan nilai luhur dari kearifan budaya Kaili adalah “Nemo mompakasala tona ala rauli tobelo, nemo muni mompakadoyo tona ala rauli napande.”
Pepatah ini mengandung pesan moral yang mendalam tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap sesama dan menghargai kebaikan dalam interaksi sosial.
Artinya, “Jangan menyalahkan orang agar kelihatan benar dan jangan pula membodohkan orang agar kelihatan pintar.” Pesan ini mengajarkan kita bahwa dalam upaya mencari kebenaran atau menunjukkan kecerdasan, kita tidak perlu merendahkan atau mengorbankan orang lain.
Dalam budaya Kaili, kebaikan dan keharmonisan dalam masyarakat sangat dihargai, dan saling menghargai adalah kunci untuk menjaga hubungan yang baik antar sesama.
1. Tidak Perlu Menyalahkan Orang Lain Untuk Menunjukkan Kebenaran
Pepatah pertama mengingatkan kita untuk tidak menyalahkan orang lain hanya untuk membuktikan bahwa kita benar. Dalam kehidupan sosial, ada kecenderungan untuk mencari pembenaran diri dengan cara menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kekurangan mereka.
Namun, tindakan ini justru akan menciptakan permusuhan dan ketidakpercayaan. Dalam budaya Kaili, prinsip saling menghormati dan menjaga keharmonisan lebih penting daripada sekadar memenangkan perdebatan atau pertentangan.
Kebaikan yang dimaksud di sini adalah kemampuan untuk mendengarkan dan memahami sudut pandang orang lain, bukannya terburu-buru menghakimi atau menyalahkan.
Ketika kita mampu menyikapi situasi dengan bijaksana, kita akan menemukan bahwa kebenaran sejati sering kali terletak pada perspektif yang berbeda-beda. Dalam kearifan budaya Kaili, penghargaan terhadap orang lain adalah bentuk kebaikan yang paling luhur.
2. Tidak Perlu Membodohkan Orang Lain Untuk Menunjukkan Kepintaran
Pesan kedua dalam pepatah ini mengajarkan kita untuk tidak merendahkan orang lain hanya untuk menunjukkan seberapa pintar kita. Dalam banyak situasi, orang sering kali merasa perlu untuk menunjukkan keunggulan mereka dengan cara mendominasi atau membodohkan orang lain.
Namun, ini tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga menggambarkan ketidakdewasaan dalam berpikir. Dalam budaya Kaili, kecerdasan yang sesungguhnya bukanlah tentang seberapa banyak kita tahu, tetapi bagaimana kita dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk membawa kebaikan bagi orang lain.
Sikap saling menghormati dan berbagi pengetahuan dengan bijaksana adalah cerminan dari kecerdasan yang sebenarnya. Menunjukkan kepintaran bukan dengan cara merendahkan orang lain, tetapi dengan cara memberikan contoh dan membantu orang lain untuk berkembang.
3. Menjaga Kebaikan Dalam Interaksi Sosial
Kearifan budaya Kaili ini mengingatkan kita untuk menjaga kebaikan dalam setiap aspek interaksi sosial. Dalam hubungan antarmanusia, baik itu dalam keluarga, masyarakat, atau pekerjaan, kebaikan adalah nilai yang menghubungkan kita satu sama lain.
Dengan menghindari menyalahkan dan membodohkan orang lain, kita menciptakan ruang untuk saling mendukung dan tumbuh bersama.
Kebaikan bukan hanya tentang tindakan, tetapi juga tentang sikap dan cara kita berinteraksi dengan orang lain. Budaya Kaili mengajarkan kita bahwa melalui sikap saling menghormati dan berbagi kebijaksanaan, kita dapat mempererat tali persaudaraan dan membangun masyarakat yang lebih harmonis.
Kesimpulan
Pepatah Kaili “Nemo mompakasala tona ala rauli tobelo, nemo muni mompakadoyo tona ala rauli napande” adalah pengingat yang sangat relevan dalam kehidupan kita saat ini. Dalam dunia yang sering kali dipenuhi dengan kompetisi dan perbandingan, kebaikan, dan saling menghormati adalah hal yang lebih penting.(*)