Topoviada Lenenonto Ledo Karena Nadea Tobibo, Karena Nadeo Tobelo Nondodo Nanggitadodo

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar / Filsuf Kaili / Budayawan Sulteng

 

Dr. H. Suaib Djafar, M.Si

UNGKAPAN ini berasal dari kearifan lokal masyarakat Kaili, Sulawesi Tengah. Sarat dengan makna mendalam, kalimat tersebut dapat diterjemahkan sebagai: “Keburukan yang ada tidak berhenti bukan karena banyaknya orang jahat, tetapi karena diamnya orang yang baik.”

Ungkapan ini adalah cerminan budaya lokal yang mengajarkan pentingnya keberanian moral dan tanggung jawab sosial dalam menghadapi kezaliman. Ia bukan sekadar nasihat, tetapi juga teguran bagi masyarakat, khususnya mereka yang memiliki kemampuan dan pengaruh, agar tidak tinggal diam ketika ketidakadilan terjadi.

Makna Filosofis Ungkapan

Ungkapan ini menyoroti dua sisi dalam kehidupan sosial:

1. Keberadaan Kejahatan:
Kejahatan atau kezaliman hanya akan terus berlangsung jika tidak ada perlawanan. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan bukan semata-mata karena pelakunya, tetapi karena tidak adanya tindakan dari pihak yang seharusnya menghentikannya.

2. Diamnya Orang Baik:
Diamnya orang baik adalah bentuk kelalaian yang memberikan ruang bagi kejahatan untuk terus berkembang. Dalam konteks masyarakat Kaili, ini adalah pengingat bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk berbicara dan bertindak demi kebaikan bersama.

Relevansi dalam Kehidupan Modern

Ungkapan ini relevan dalam berbagai aspek kehidupan modern, baik dalam lingkungan sosial, politik, maupun agama. Ketika ketidakadilan merajalela—korupsi, diskriminasi, atau pelanggaran hak asasi manusia—sering kali terjadi karena orang-orang yang berintegritas memilih untuk bungkam.

Diamnya para pemimpin, cendekiawan, tokoh agama, dan masyarakat adat menjadi penghambat bagi perubahan positif. Oleh karena itu, ungkapan ini adalah seruan untuk bertindak, terutama bagi mereka yang memiliki kapasitas untuk memengaruhi perubahan.

Inspirasi untuk Bertindak

Ungkapan ini mengajarkan beberapa hal penting:

1. Keberanian Berbicara:
Diam bukanlah pilihan ketika menghadapi ketidakadilan. Berbicara adalah langkah awal untuk menghentikan kezaliman.

2. Tindakan Kolektif:
Semua elemen masyarakat, mulai dari pemimpin adat hingga masyarakat umum, harus bersatu dalam melawan keburukan.

3. Kepedulian Sosial:
Kepekaan terhadap penderitaan orang lain adalah esensi dari kemanusiaan. Orang baik harus hadir sebagai pelindung bagi mereka yang lemah dan tertindas.

Pesan Moral untuk Masyarakat Kaili dan Generasi Muda

Ungkapan ini adalah cerminan dari nilai-nilai luhur masyarakat Kaili yang patut dijaga dan diwariskan. Generasi muda diajak untuk tidak hanya bangga dengan kearifan lokal ini, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Diam bukanlah pilihan ketika ada ketidakadilan; setiap individu memiliki peran untuk menciptakan perubahan.

Kesimpulan

“Topoviada lenenonto ledo karena nadea tobibo, karena nadeo tobelo nondodo nanggitadodo” adalah warisan budaya yang tidak hanya memiliki makna filosofis, tetapi juga relevansi praktis. Ungkapan ini mengajarkan keberanian untuk melawan kezaliman, menginspirasi tindakan, dan meneguhkan semangat solidaritas dalam menciptakan masyarakat yang adil dan bermartabat. Sebuah pengingat abadi bahwa keberanian dan tindakan nyata adalah kunci untuk menghadirkan kebaikan di tengah kehidupan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *