DALAM kehidupan masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah, terdapat sebuah ungkapan yang menjadi filosofi hidup sekaligus landasan etika sosial: “Riumba Tanah Nijeje, Risitu Langi Nitande” yang berarti: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”
Ungkapan ini mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun dan menjadi panduan dalam bersikap terhadap sesama, lingkungan, dan tatanan sosial.
Simbol Keterbukaan dan Toleransi: Bagi masyarakat Kaili, ungkapan ini menggambarkan sikap terbuka terhadap siapa saja, saling menghormati perbedaan, serta menerima tamu atau pendatang dengan tangan terbuka, selama mereka juga menjunjung adat dan nilai lokal. Ini menjadi dasar kerukunan antar etnis dan agama, serta mengajarkan bahwa hidup berdampingan harus dilandasi oleh penghargaan terhadap tempat di mana seseorang berada.
Fondasi Kerja Sama dan Kebersamaan: “Riumba Tanah Nijeje Risitu Langi Nitande” juga mengandung semangat gotong royong, solidaritas, dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai ini sangat relevan dalam upaya membangun Sulawesi Tengah yang maju dan harmonis, karena pembangunan tidak hanya soal fisik dan infrastruktur, tetapi juga menyatukan hati dan tekad seluruh warganya.
Relevan dengan Visi Sulteng Nambaso: Ungkapan ini menjadi semakin penting dalam mendukung visi “Sulteng Nambaso” — Sulawesi Tengah yang besar, berintegritas, damai, dan sejahtera. Nilai-nilai dalam ungkapan ini mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kedamaian, menghormati adat dan budaya, serta saling menguatkan demi masa depan yang lebih baik.
Penutup: “Riumba Tanah Nijeje Risitu Langi Nitande” bukan sekadar ungkapan bijak, tetapi panduan hidup yang relevan hingga kini. Di tengah arus modernisasi, nilai ini menjadi jangkar moral bagi masyarakat Kaili dan seluruh warga Sulawesi Tengah untuk hidup dalam harmoni, saling menghargai, dan membangun daerah yang lebih besar dan sejahtera bersama-sama.(*)