Pasangkayu, Manakarra Pos – Pertandingan antara PS Tikke Raya berhadapan PS Bambalamotu di fase perempat final Turnamen Sepakbola Komite Cup IX di Lapangan Desa Kasoloang, Selasa sore (24/12/2024), terhenti di menit-menit akhir akibat kontroversi memicu ketegangan.
PS Tikke Raya unggul lebih dulu melalui gol sundulan Zulfidin di babak kedua.
Namun, menjelang akhir pertandingan, Rahmat dari PS Bambalamotu mencetak gol penyama kedudukan yang memicu perdebatan.
Asisten wasit menilai gol tersebut offside, tetapi pemain dan pendukung Bambalamotu tidak terima, memicu aksi mogok pertandingan.
Ketegangan di lapangan meningkat karena tidak adanya keputusan tegas dari wasit tengah (A) untuk mengesahkan atau membatalkan gol.
Panitia akhirnya mengumumkan skor tetap 1-1, namun keputusan ini bukan hasil akhir yang sah karena tidak melibatkan otoritas penuh wasit. Alias keputusan panitia, sambil menunggu hasil keputusan final.
Di tengah kericuhan, Ketua Panitia M. Abduh, menyampaikan ancaman diskualifikasi jika tidak menerima keputusan tersebut.
Situasi semakin rumit, hingga pada Rabu malam (25/12/2024), Panitia Pelaksana Turnamen mengeluarkan surat resmi bernomor SET/05.1/PANPEL-KCIX/XII/2024 yang menyatakan pertandingan dihentikan karena force majeure, dan kedua tim dinyatakan tidak melaju ke babak semifinal.
Surat tersebut diketahui oleh Bupati Pasangkayu, H. Yaumil Ambo Djiwa, SH.
Keputusan ini justru menuai kritikan dari berbagai pihak, termasuk manajemen PS Tikke Raya yang merasa keputusan panitia mencederai nilai sportivitas.
Melalui akun media sosial resmi mereka, manajemen menyatakan bahwa keputusan ini sangat mencederai penikmat sepak bola, khususnya di Kecamatan Tikke Raya.
Aturan pertandingan seharusnya diterapkan dengan tegas. Siapa yang membuat keributan, dialah yang seharusnya didiskualifikasi.
Manajemen PS Tikke Raya juga mengingatkan aturan turnamen yang menyebutkan, diskualifikasi tim hanya diberlakukan jika keributan melibatkan banyak pemain atau suporter sehingga menghentikan pertandingan.
Tim yang diskualifikasi tidak akan diundang pada turnamen berikutnya.
Sementara itu, gelandang PS Tikke Raya, Rahmat, turut mengungkapkan kekecewaannya melalui media sosial.
“Sepak bola, meski sekelas tarkam, seharusnya menjadi hiburan dan pembinaan. Keputusan ini merugikan pemain muda yang sudah bermain sportif dan menunjukkan kualitas tinggi.” Tulis Rahmat.
Kejadian ini menyoroti kelalaian panitia dalam mengelola pertandingan, terutama terkait penegakan aturan.
Tidak adanya Pengawas Pertandingan yang ditugaskan oleh PSSI turut menjadi perhatian, mengingat tugas mereka sangat krusial dalam mengawasi jalannya pertandingan dan mencegah insiden seperti ini.
Insiden ini mengingatkan bahwa semua pihak, baik pemain, penonton, maupun panitia, harus menjaga sportivitas dan menghormati otoritas wasit.
Kelalaian dalam pengelolaan turnamen seperti ini tidak hanya merusak semangat kompetisi, tetapi juga mencederai perkembangan sepak bola lokal.
Turnamen seperti Komite Cup seharusnya menjadi ajang pembinaan, bukan panggung konflik.
Panitia diharapkan dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.