PS Sandeq Bertarung dalam Diam, “Mimpi Butuh Uluran Tangan”

Oleh : Egi Sugianto

PS Sandeq, salah satu kebanggaan sepak bola Sulawesi Barat, kini menghadapi kenyataan pahit yang tak semua orang tahu.

Mereka sedang Krisis finansial.

Di tengah euforia Liga 4 Nasional, ketika banyak tim bersolek, memamerkan kekuatan, PS Sandeq justru harus bergerak dalam diam dalam keterbatasan yang menusuk, namun dengan tekad yang tak bisa dianggap remeh.

Mereka tidak meminta belas kasihan, tapi mengetuk pintu kepedulian.

Itulah sebabnya Open Donasi mulai dibuka.

Apa yang mereka galang bukanlah bentuk kelemahan, melainkan keberanian untuk tetap bertahan dan melangkah, meski tanpa jaminan kemewahan di depan.

Kita bicara soal tim yang bukan hanya bermain bola, tapi membawa nama daerah, harga diri, dan semangat anak-anak muda yang ingin menunjukkan bahwa mimpi bisa tumbuh meski tanahnya kering.

PS Sandeq bukan sekadar tim, mereka simbol perjuangan.

Tapi perjuangan tanpa dukungan, ibarat layar tanpa angin yang tidak bisa mengarungi samudera kompetisi yang luas.

Sudah saatnya publik, pemerintah, dan stakeholder olahraga di daerah membuka mata.

Sepak bola bukan sekadar hiburan, tapi juga alat pemersatu, identitas, dan harapan masa depan.

Jika tim seperti PS Sandeq dibiarkan berjuang sendiri, maka kita sedang membunuh semangat juang itu pelan-pelan.

PS Sandeq hari ini sedang menggelar mimpi dalam sunyi. Mari jangan biarkan mereka berjalan sendiri.

Karena setiap rupiah yang disumbang, bukan hanya untuk pertandingan, tapi untuk menjaga nyala semangat sebuah daerah.

PS Sandeq akan berlaga dalam putaran seri nasional Liga 4 yang akan digelar pada 21–26 April 2025 di Yogyakarta.

Bagi tim-tim lain, mungkin ini sekadar agenda rutin kompetisi. Tapi bagi PS Sandeq, ini adalah panggung kehormatan sekaligus ujian berat.

Karena untuk bisa berangkat dan tampil di sana, mereka harus membuka donasi.

Ya, donasi sebuah langkah yang tak semua berani tempuh, karena mengakui kekurangan secara terbuka bukan hal yang mudah.

Tapi di sinilah letak keistimewaannya. Ketika banyak tim memilih diam dan menyerah pada keadaan, PS Sandeq justru memilih bergerak.

Meskipun dalam senyap, meskipun dalam segala keterbatasan, mereka tetap menyusun strategi, berlatih, dan menyiapkan diri.

Mereka sadar bahwa membawa nama daerah bukan sekadar kebanggaan, tapi juga tanggung jawab. Dan tanggung jawab itu harus dijalankan, walau harus meminta bantuan dari publik.

Open donasi yang mereka galang bukan cermin kelemahan, tapi bukti bahwa mereka masih ingin terus berjalan.

Mereka .asih ingin mewakili Sulbar di pentas nasional.  Mereka masih ingin berdiri sejajar dengan tim-tim lain meski tanpa fasilitas yang sama.

Ini adalah bentuk kejujuran dan keberanian. Karena mimpi besar memang terkadang butuh uluran tangan orang banyak untuk mewujudkannya.

Pertanyaannya sekarang, apakah kita akan tinggal diam? Apakah kita tega membiarkan semangat mereka padam hanya karena urusan logistik dan dana operasional? Bukankah PS Sandeq adalah wajah dari semangat olahraga kita sendiri? Bukankah mereka pantas mendapat dukungan lebih dari sekadar tepuk tangan?

Pemerintah daerah, masyarakat, tokoh-tokoh lokal, pelaku usaha, Dispora, KONI Sulbar hingga Asprov PSSI Sulbar di manapun berada.

Ini saatnya untuk bersatu !!!!!.

Bukan hanya untuk PS Sandeq, tapi untuk menjaga harapan anak-anak muda yang melihat bahwa dari daerah terpencil pun, kita bisa berbicara di level nasional.

Bahwa dari ujung utara Pasangkayu, Polman, Mamuju Tengah, Mamuju, Majene dan Mamasa serta seluruh penjuru Sulbar, bisa lahir mimpi-mimpi besar yang layak diperjuangkan.

Terlepas dari yang hadapi ini, juga sekaligus gambaran ukuran sejauh mana pembinaan dilakukan Asprov PSSI Sulbar.

Apa lagi Sulbar ini, juga lahir seorang Ketua Komite ad-Hoc Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional (KP3N-PSSI).

Penulis : Egi Sugianto 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *