PASANGKAYU, MANAKARRAPOS.COM – Secara fungsional jembatan adalah penghubung. Penghubung antara wilayah yang dipisahkan sungai. Atau ngarai. Boleh sungainya kecil dan sempit. Bisa juga sungai yang lebar dan berarus deras. Atau bisa juga jalan bersusun seperti jembatan layang di kota-kota besar.
Halaman rumah kecil atau sebuah gubuk reot yang dipisahkan selokan dengan jalan, ada sebuah jembatan kecil. Jembatan itu bisa berupa selembar dua papan kayu. Bisa juga campuran rangkaian besi dan campuran semen. Di masa lalu, disaat peralatan masih serba terbatas, sebuah jembatan hanya berupa batang pohon kelapa yang dibaringkan. Saat kayunya lapuk, diganti dengan batang pohon kelapa yang baru. Begitulah siklusnya.
Di kota Pasangkayu, ada jembatan yang bernama Jembatan Patah. Tepatnya dibagian pesisir pantai yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Pasangkayu. Sampai tahun 90-an, wilayah pemukiman di Pasangkayu terkonsentrasi di bagian pesisir. Menjelang tahun dua ribuan, pemukiman penduduk mulai merambah menjauhi pesisir. Apalagi setelah terbentuknya kabupaten Pasangkayu dan dibangunnya jalan lintas dibagian timur. Lalu, dataran di bagian timur menjadi wilayah pertumbuhan baru menggantikan pesisir.
Pada konteks waktu, jembatan adalah masa kini. Ia menghubungkan masa lalu dan masa depan. Akan tetapi, Jembatan Patah bukanlah masa kini belaka. Ia sekaligus adalah simbol momentum. Simbol sejarah. Karena itu ia adalah monumen. Monumen kenangan. Monumen ingatan. Melalui Jembatan Patah, sejumput kenangan warga Pasangkayu lama, terabadikan dan diabadikan. Kenangan itu bertumpuk disana. Dan diperlukan kekuatan ingatan untuk sekadar mengingatnya. Mengenang seluruh denyut nadi Pasangkayu.
Dari riset kecil yang dilakukan, patut diduga Jembatan patah adalah jembatan pertama di Pasangkayu dalam arti sesungguhnya. Konon nama Jembatan Patah diberikan sebagai penanda bahwa ketika jembatan itu baru selesai dibangun, lalu mengalami patah. Begitu jujurnya masyarakat di masa lalu, ia lalu dibangun kembali lalu diberi nama Jembatan Patah. Awalnya satu dua orang saja yang menyebutnya. Lalu selanjutnya semua warga Pasangkayu diam-diam menerima nama itu, lalu menggunakan nama itu juga. Patut dicurigai, penamaan ini mungkin saja adalah do’a dari warga agar jembatan itu tidak patah lagi. Entah kebetulan atau tidak, sejak nama Jembatan Patah disematkan, jembatan patah tersebut tidak pernah patah lagi.
Nama Jembatan Patah untuk manakarrapos.com, ini digunakan sebagai cara untuk memanjangkan usia ingatan akan Pasangkayu. Ingatan untuk sebuah harapan. Harapan untuk tidak patah dalam setiap perjuangan. Perjuangan apapun. Termasuk perjuangan mewujudkan demokrasi sejati. Karena demokrasi sebagaimana ungkapan sederhana dan wajar, democracy is never ending process (demokrasi adalah proses yang tidak pernah selesai).