KABUPATEN Donggala sebagai wilayah pesisir barat Sulawesi Tengah memiliki kekayaan alam, budaya, dan sejarah yang menjanjikan untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata unggulan. Dengan pendekatan pembangunan pariwisata berbasis kearifan lokal, Donggala tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pelestarian budaya, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Artikel ini membahas potensi, strategi, dan tantangan pengembangan pariwisata Donggala dengan menempatkan kearifan lokal sebagai fondasi pembangunan yang berkelanjutan.
Pendahuluan
Pariwisata di era modern bukan hanya soal destinasi yang indah, tetapi juga soal pengalaman yang autentik, keberlanjutan, dan keterlibatan masyarakat lokal. Donggala, sebagai kabupaten yang terletak di pesisir barat Sulawesi Tengah, memiliki semua prasyarat tersebut: pantai berpasir putih, kekayaan bawah laut, budaya lokal Kaili dan Komunitas Masyarakat pesisir lainnya, serta warisan sejarah sebagai pelabuhan tua yang strategis sejak era kolonial.
Namun, selama beberapa dekade, potensi ini belum tergarap maksimal. Oleh karena itu, pengembangan Donggala sebagai destinasi pariwisata unggulan berbasis kearifan lokal menjadi sangat relevan dan strategis dalam konteks pembangunan wilayah dan penguatan identitas budaya.
Potensi Wisata Alam dan Budaya
Donggala memiliki bentang alam yang unik—dari gugusan pulau eksotis seperti Pulau Pasoso, pantai Tanjung Karang yang terkenal dengan diving spot-nya, hingga kawasan perbukitan dan hutan tropis yang cocok untuk ekowisata. Sementara itu, tradisi masyarakat pesisir seperti Modiu Bulava Pongeo (ritual tolak bala ), Libu Nu ada (Musyawarah Adat) Sintuvu, Gotong Royong dan Kerajinan tenun ikat Donggala adalah kekayaan budaya tak ternilai. Di sisi sejarah, Donggala menyimpan situs-situs bersejarah kolonial seperti pelabuhan tua dan bangunan pemerintahan peninggalan Belanda yang dapat dikembangkan sebagai wisata sejarah dan edukatif.
Kearifan Lokal sebagai Fondasi
Pembangunan pariwisata Donggala hendaknya tidak semata-mata mengejar profit jangka pendek. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat—seperti prinsip hidup harmoni dengan alam semangat gotong royong, dan nilai-nilai spiritual adat harus menjadi dasar dalam perencanaan, pengelolaan, dan promosi wisata.
Model pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism/CBT) dapat menjadi pendekatan utama. Dalam model ini, masyarakat menjadi pelaku utama, bukan objek. Mereka terlibat mulai dari penyediaan homestay, kuliner lokal, hingga pemandu wisata dan pelestari budaya.
Strategi Pengembangan
Untuk mewujudkan Donggala sebagai destinasi unggulan, diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas lokal. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain:
Pemetaan dan promosi destinasi prioritas seperti Tanjung Karang, Labuan Bajo Donggala, dan Pulau Pasoso.
Pelatihan SDM lokal dalam bidang hospitality, bahasa asing, dan manajemen pariwisata.
Penguatan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal, seperti tenun Donggala, kuliner khas seperti kaledo dan sinole.
Kebijakan regulatif yang mendukung konservasi lingkungan dan pelestarian budaya, seperti peraturan daerah perlindungan kawasan adat dan zona konservasi laut.
Digitalisasi promosi wisata melalui platform media sosial, website resmi, dan kerjasama dengan agen travel digital.
Tantangan dan Solusi
Beberapa tantangan utama meliputi aksesibilitas (jalan dan transportasi laut), minimnya infrastruktur penunjang, dan belum optimalnya keterlibatan masyarakat. Selain itu, eksploitasi alam tanpa kontrol dapat merusak ekosistem pesisir. Solusinya adalah pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, peningkatan kapasitas kelembagaan pariwisata lokal, serta integrasi pembangunan pariwisata dengan rencana tata ruang wilayah.
Kesimpulan
Donggala memiliki semua potensi untuk menjadi destinasi unggulan pariwisata di pesisir barat Sulawesi Tengah. Namun, keberhasilan pengembangan pariwisata akan sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk menjadikan kearifan lokal sebagai pilar utama.
Dengan pendekatan partisipatif dan berkelanjutan, Donggala tidak hanya akan menjadi tujuan wisata, tetapi juga contoh baik dari pariwisata yang memberdayakan dan menjaga jati diri budaya.(*)