NARAMBA (RAMAH)

Oleh: Dr. H. Suaib Djafar, M.Si / Filsuf Kaili / Budayawan Sulteng

DI tanah Kaili, setiap kata bukan hanya bunyi, melainkan titipan makna dari leluhur. Lima diantaranya Belota, Nabelo, Naoge, Nabose, dan Naramba adalah Pelita yang menuntun Langkah hidup, dari mula hingga puncak perjalanan manusia, dari pertemuan pertama hingga pengabdian terakhir.

Belota kebaikan kita—mengajarkan bahwa kebaikan sejati tumbuh ketika hati terbuka dan tangan terulur untuk sesama. Ia lahir dari kebersamaan, dari gotong-royong, dari rasa peduli yang menembus batas diri. Dalam Belota, kebaikan adalah milik bersama, diwariskan dari satu hati ke hati yang lain.

Nabelo baik dan kebaikan itu sendiri—adalah cahaya yang memancar dari dalam jiwa. Ia menuntun ucapan agar menyejukkan, langkah agar tidak melukai, dan niat agar selalu murni. Ia mengingatkan bahwa kebaikan bukan hanya pada hasil, tetapi juga pada proses yang dilalui dengan kejujuran, kesabaran, dan keikhlasan.

Naoge besar, banyak, agung—mengisyaratkan bahwa setiap kebesaran lahir dari hal kecil yang dijaga dan dirawat. Setetes air menjadi sungai, sebutir benih menjadi pohon rindang, dan Langkah pertama menjadi perjalanan panjang. Naoge adalah keyakinan bahwa keberhasilan adalah buah dari kesungguhan dan ketekunan.

Nabose besar dalam hati, pikiran, dan pengabdian—adalah puncak dari perjalanan itu. Sejak kecil, anak dibimbing dengan petuah orang tua, ditanamkan nilai luhur agar kelak menjadi pribadi yang berguna bagi nusa, agama, dan bangsa. Nabose bukan sekadar tentang diri yang kuat, tetapi tentang jiwa yang siap memberi manfaat sebesar-besarnya bagi sesama.

Naramba (ramah) adalah pintu yang selalu terbuka. Ia bukan sekadar senyum di bibir, tetapi cahaya yang lahir dari hati, menyambut siapa pun tanpa membedakan suku, agama, atau asal-usul. Dalam Naramba, setiap tamu adalah saudara, setiap perbedaan adalah warna yang memperindah anyaman kehidupan. Ia adalah warisan adat yang menjaga harmoni, menumbuhkan persaudaraan, dan memperkuat ikatan kemanusiaan.

Kelima ungkapan ini membentuk lingkaran nilai yang utuh: memulai dengan kebaikan (Belota), menjaga kemurnian niat (Nabelo), menumbuhkan keberhasilan (Naoge), mengabdikan kebesaran itu untuk kemaslahatan (Nabose), dan menyapa dunia dengan keramahan (Naramba).

Inilah warisan leluhur Kaili falsafah hidup yang mengajarkan bahwa kebesaran sejati dimulai dari hati yang baik, tumbuh dalam kerja keras, berbuah dalam pengabdian, dan terjaga dalam keramahan yang tulus.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *