Ruang Kultural Pasca Gempa Bumi 28 September 2018 Berbasis Kearifan Lokal Kaili
Abstrak
Bencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September 2018 di Sulawesi Tengah meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat, termasuk hilangnya Taman Budaya Naombo sebagai ruang ekspresi seni dan budaya. Artikel ini membahas konsep Taman Budaya Berimba Karebamu (Taman Budaya Bagaimana Kabar) sebagai upaya kebangkitan kembali ruang kultural yang porak-poranda.
Melalui kearifan lokal masyarakat Kaili, khususnya spirit Mosangu, Morambanga, Maroso (bersatu, bergotong royong, memperkuat), taman budaya ini diharapkan hadir kembali sebagai wadah kreasi, edukasi, dan tuntunan bagi generasi agar tetap berbudaya dan beradab.
Pendahuluan
Taman Budaya adalah simbol peradaban lokal yang mewadahi kreativitas seniman, budayawan, dan masyarakat dalam mengekspresikan identitas kebudayaan.
Sebelum bencana 28 September 2018, Taman Budaya Naombo di Kota Palu menjadi pusat kegiatan seni pertunjukan, ritual budaya, dan pendidikan nonformal berbasis tradisi.
Namun, gempa bumi dahsyat yang diikuti tsunami dan likuefaksi meruntuhkan ribuan rumah, merenggut ribuan jiwa, dan menghancurkan infrastruktur kebudayaan, termasuk Taman Budaya Naombo, Nakamburaka, Hilangnya taman budaya tersebut melahirkan krisis ruang berekspresi bagi seniman lokal.
Taman Budaya Berimba Karebamu: Sebuah Renungan Kultural
Nama “Berimba Karebamu” (Bagaimana Kabar) merefleksikan pertanyaan eksistensial: di manakah posisi seni dan budaya setelah bencana? Pertanyaan ini bukan hanya retoris, melainkan menggugah kesadaran kolektif bahwa seni dan budaya adalah denyut kehidupan yang tidak boleh hilang bersama reruntuhan.
Taman Budaya, Berimba Karebamu diharapkan menjadi simbol kebangkitan, ruang penyembuhan trauma, dan sarana membangun kembali kebersamaan. Melalui seni, musik, tari, teater, dan sastra, masyarakat dapat menyalurkan duka, mengelola emosi, dan menumbuhkan harapan baru.
Kearifan Lokal Kaili sebagai Fondasi
Masyarakat Kaili memiliki nilai-nilai luhur yang dapat menjadi fondasi pembangunan kembali taman budaya, antara lain:
1. Mosangu – menyatu dalam satu tekad dan semangat.
2. Morambanga – bergotong royong dan saling membantu.
3. Maroso – menguatkan diri dan komunitas untuk bangkit.
4. Mombangu vai Ngatata Kana rapadulita– membangun kembali negeri dengan cinta dan tanggung jawab.
5. Ala Mabelo Panjili Ngata Kaili Toveata – Kamai Mosangu Pakaroso risi rara ,mari bersama-sama menyatukan kekuatan membangun tanah Kaili yang kita cintai.
Nilai-nilai ini tidak hanya menjadi etos kerja, tetapi juga energi kultural yang memandu arah pembangunan taman budaya yang baru.
Taman Budaya sebagai Ruang Edukasi dan Tuntunan
Lebih dari sekadar tempat pertunjukan, taman budaya diharapkan mampu menjadi ruang edukasi yang menanamkan nilai-nilai adab, kebersamaan, dan penghargaan terhadap identitas lokal.
Seni tidak hanya menghadirkan hiburan (tontonan), tetapi juga menjadi pedoman hidup (tuntunan) bagi generasi muda. Dengan demikian, Taman Budaya Berimba Karebamu menjadi pusat kebudayaan yang mengedepankan humanitas, spiritualitas, dan identitas.
Penutup
Bencana 2018 telah meruntuhkan bangunan fisik Taman Budaya Naombo, namun semangat kebudayaan masyarakat Kaili tidak pernah sirna. Melalui Taman Budaya Berimba Karebamu, masyarakat diajak untuk bangkit kembali dengan spirit Mosangu, Morambanga, Maroso. Taman budaya bukan sekadar ruang fisik, melainkan simbol persatuan dan ketahanan budaya yang berfungsi menjaga martabat masyarakat Kaili di tengah tantangan zaman.(**)