Mamuju, Manakarra Pos – Muhaimin Faisal, Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tanah Air, secara resmi melaporkan Direktur Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, atas dugaan pelanggaran hukum yang dianggap merugikan publik.
Laporan ini mencakup dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penyebaran berita bohong, serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan apabila survei digunakan untuk tujuan menyesatkan.
Dalam keterangannya, Muhaimin menyoroti ketidakprofesionalan Poltracking Indonesia dalam pelaksanaan survei Pilkada Jakarta 2024 pada 10-16 Oktober 2024.
Lembaga survei tersebut telah menerima sanksi dari Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) karena survei tersebut tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan gagal mempertanggungjawabkan data survei yang dirilis ke publik.
“Poltracking Indonesia merilis hasil survei dengan klaim menggunakan 2.000 sampel, namun saat pemeriksaan hanya mampu menunjukkan 1.652 sampel valid. Ketidaksesuaian ini fatal dan mencederai kepercayaan publik,” ujar Muhaimin di Mamuju pada 22 November 2024.
Survei Pilgub Sulbar Tak Diunggah di Website Resmi khusus untuk survei Pilkada Sulawesi Barat yang dilakukan Poltracking Indonesia pada periode 17-24 Oktober 2024, hasilnya tidak ditemukan di situs resmi mereka (www.poltracking.com).
Sebaliknya, hanya beredar video berdurasi 2 menit 47 detik yang menunjukkan presentasi Hanta Yuda di hadapan salah satu kandidat sekitar 6 November 2024.
Muhaimin menduga adanya manipulasi hasil survei terkait Pilkada Sulawesi Barat.
“Ini sangat mencurigakan. Survei Pilgub Sulbar yang seharusnya menjadi informasi publik malah beredar melalui media sosial tanpa transparansi yang jelas,” tegasnya.
Langkah Hukum dan Etika
Sebagai bentuk tindak lanjut, Muhaimin Faisal melaporkan Hanta Yuda ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dan Asosiasi Lembaga Survei Presisi.
Ia juga menyerukan penghentian praktik-praktik pembodohan publik oleh lembaga survei yang dianggap tidak bertanggung jawab.
“Kita tidak boleh membiarkan lembaga survei yang mengatasnamakan profesionalisme justru menambang keuntungan politik dengan cara-cara tidak etis. Ini berpotensi mendorong perilaku korupsi pejabat daerah di kemudian hari,” pungkasnya.
Laporan ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam penyelenggaraan survei politik yang memiliki dampak besar terhadap kepercayaan masyarakat dan proses demokrasi. (Rilis)