Mamuju Tengah, Manakarra Pos – Kebijakan SMA Negeri 1 Tobadak, Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah yang mengharuskan siswa-siswi mengenakan seragam tertentu dan biaya dibebankan kepada siswa menuai sorotan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mamuju Tengah.
Sri Rahmayuni, Ketua Kohati Komisariat Universitas Terbuka (UT) HMI Cabang Mamuju Tengah, mempertanyakan kebijakan tersebut karena sebelumnya sekolah juga telah menarik uang pungutan saat siswa mendaftar sebesar Rp 500 ribu dengan alasan untuk biaya seragam batik dan seragam olahraga sekolah.
Sri menyoroti tambahan biaya yang harus dibayar oleh siswa untuk membeli seragam bawahan warna hitam, selain dari uang komite senilai Rp 300 per siswa yang sudah disepakati dalam rapat bersama orang tua siswa.
“Okelah uang komite kita setuju karena atas kesepakatan orang tua siswa saat rapat bersama. Tapi, seragam baju batik dan olahraga ini besar sekali. Kemudian disuruh lagi beli seragam bawahan warna hitam,” ujar Sri Rahmayuni pada Rabu (24/7/2024) sekitar pukul 20.00 WITA.
HMI Cabang Mamuju Tengah menilai kebijakan tersebut sangat membebani siswa dan orang tua di tengah pendapatan ekonomi masyarakat yang tidak merata.
Secara tegas, Sri Rahmayuni mengkritik bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah.
“Sekolah negeri tapi seperti swasta, mengharuskan siswa memakai bawahan hitam,” ungkapnya. Menurutnya, siswa SMA atau SMALB atau SMKLB seharusnya memakai seragam nasional yakni atasan kemeja putih dan celana atau rok abu-abu.
“Aturan ini terkandung dalam Permendikbud No. 50 Tahun 2022,” tambahnya.
Sri juga menyarankan agar pihak sekolah lebih fokus memperbaiki organisasi serta proses belajar mengajar daripada menambah beban dengan seragam baru.
“Sebagai alumni, saya menyarankan seharusnya pihak sekolah memperbaiki organisasi dulu serta proses belajar mengajar dan mengaktifkan kemampuan siswa. Itu saja belum terurus dengan baik, malah fokus pada pergantian dan penambahan seragam baru,” ujar Rahmayuni.
Menanggapi hal ini, Kepala SMA Negeri 1 Tobadak, Suaeb, S.Pd, memberi penjelasan bahwa aturan berpakaian tersebut sudah diatur dalam tata tertib siswa.
“Hari Senin – Selasa memakai baju putih dan bawahan abu-abu. Hari Rabu dan Kamis memakai baju batik sekolah dan bawahan warna hitam. Sedangkan hari Jumat-Sabtu memakai seragam pramuka,” jelasnya saat dikonfirmasi terpisah Rabu malam (24/7/2024).
Menurut Suaeb, hal ini sudah disampaikan dan dibicarakan dengan orang tua dan wali murid dalam rapat yang juga dihadiri Ketua Komite SMAN 1 Tobadak dan KCD Wilayah 2 Dinas Dikbud Provinsi Sulawesi Barat.
“Alasan pihak sekolah mengharuskan pakaian bawahan hitam pada hari tertentu adalah untuk mengurangi penggunaan rok/celana abu-abu yang kadang digunakan selama 4 hari dan bisa cepat kotor. Banyak siswa yang menggunakan celana robek-robek karena sering dicuci,” paparnya.
Suaeb menambahkan bahwa saat sosialisasi kebijakan tersebut, tidak ada orang tua atau wali murid yang keberatan.
“Kami belum memberlakukan ketentuan tersebut secara resmi, walaupun sosialisasi kepada peserta didik masih dilakukan,” tambahnya.
Terkait pembayaran komite kelas X sebesar Rp 300.000, Suaeb menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan mengenai hal itu di pihak sekolah.
“Itu bisa ditanyakan langsung kepada Ketua Komite SMAN 1 Tobadak,” imbuhnya.
Suaeb juga membuka diri untuk berdiskusi dengan HMI terkait kebijakan ini.
“Sampai sekarang, teman-teman HMI belum ada konfirmasi ke pihak sekolah terkait sorotan ini. Kami terbuka untuk dialog demi kemajuan sekolah,” demikian Suaeb memberikan klarifikasi.